KARAKTERISASI SURIMI IKAN PATIN
(Pangasius hypophthalamus)
Ordo : Ostariophyri
Subordo : Siluroide
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius sp
Gambar 1. Ikan patin (Pangasius hypophthalamus)
(http://images.google.com)
Ikan patin (Pangasius sp) merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Kepala ikan patin relatif kecil, mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah (merupaka ciri khas golongan catfish). Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba (Anonim 2006 diacu dalam Subagja 2009). Morfologi ikan patin (Pangasius sp) mempunyai badan memanjang dan pipih, posisi mulut sub terminal dengan 4 buah sungut. Sirip punggung berduri dan bersirip tambahan serta terdapat sirip lengkung mulai dari kepala sampai pangkal sirip ekor. Bentuk sirip tersebut agak bercagak dengan bagian tepi berwarna putih dan garis hitam di tengah. Ikan ini mempunyai panjang maksimum 150 cm (Subagja 2009).
Ikan patin sangat toleransi terhadap derajat keasaman (pH) air. Artinya, ikan ini dapat bertahan hidup pada kisaran pH air yang lebar, dari perairan yang agak asam (pH 5) sampai perairan yang basa (pH 9) (Subagja 2009). Kandungan oksigen terlarut yang dibutuhkan bagi kehidupan ikan patin adalah berkisar antara 3-6 ppm, sementara karbondioksida yang bias ditolerir berkisar antara 9-20 ppm, dengan alkalinitas antara 80-250 (Subagja 2009).Suhu air media pemeliharaan yang optimal berada dalam kisaran 28-30°C (Khairuman dan Suhenda 2002 diacu dalam Subagja 2009).
Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang cukup dikenal di Indonesia, serta memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Ikan patin banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan pempek, nugget, dan produk olahan perikanan lainnya. Rasa dagingnya lezat dan gurih sehingga digemari oleh masyarakat. Daging ikan patin memiliki kandungan kalori dan protein yang cukup tinggi, rasa dagingnya khas, enak, lezat, dan gurih. Ikan patin dinilai lebih aman untuk kesehatan karena kadar kolesterolnya rendah dibandingkan dengan daging ternak Protein daging ikan patin cukup tinggi yaitu 16,58%. Daging ikan patin tebal dan tidak banyak duri, dari berat ikan rendemennya dapat mencapai sekitar 40-50%. (Anonim 2009).
Data produksi ikan patin pada tahun 2005 sebesar 32.575 ton, pada tahun 2006 sebesar 31.490 ton, pada tahun 2007 sebesar 36.260 ton, dan pada tahun 2008 sebesar 51.000 ton (Kompas 13 April 2008 diacu dalam Ferinaldy 2009).
Surimi merupakan salah satu jenis produk perikanan yang telah dikenal di seluruh dunia. Surimi sangat potensial untuk dikembangkan. Pembuatan surimi dapat menggunakan berbagai jenis ikan baik ikan air tawar maupun ikan air laut. Salah satu keunggulan dari surimi adalah kemampuannya untuk diolah menjadi berbagai macam variasi produk-produk lanjutannya dalam berbagai bentuk dan ukuran (Okada 1992 diacu dalam Haetami 2008).
Ikan patin merupakan salah satu komoditi ikan air tawar yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan serta memiliki harga jual yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin (Pangasius sp) ini mendapat perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Beberapa keunggulan ikan patin seperti tempat pemeliharaan tidak memerlukan air yang mengalir dan hanya dalam waktu pemeliharaan 6 bulan dapat mencapai panjang 35 – 40 cm (Rosman 2008).
2. METODOLOGI
Alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain yaitu penggaris, pisau, timbangan analitik, kain blacu, meat grinder, baskom, talenan dan alat bedah. Bahan yang digunakan antara lain es, air, garam dan ikan patin (Pangasius hypophthalamus).
2.2 Prosedur kerja
Pada praktikum ini dalam penentuan karakteristisasi ikan patin meliputi morfometrik, rendemen, dan pembuatan surimi. Setiap ikan patin diukur panjang total, panjang baju, panjang cagak, dan berat total dengan menggunakan timbangan analitik. Perhitungan rendemen dilakukan secara by different, meliputi rendemen daging dan rendemen surimi yang telah dipreparasi. Penghitungan rendemen dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :
|
|
A : berat awal ikan utuh
B : berat daging ikan tanpa pencucian
C : berat daging setelah perlakuan pencucian
Kemudian dilakukan uji proksimat terhadap fillet ikan patin meliputi kadar air, kadar abu, protein, lemak, dan karbohidrat. Tahap terakhir dilakukan pembuatan surimi dengan menghitung rendemen surimi yang dihasilkan serta melakukan uji sensoris terhadap karakteristik fisik surimi ikan patin, yang meliputi penampakan, warna, tekstur, dan lain-lain.
Diagram alir pembuatan surimi ikan patin dapat dilihat pada Gambar 3.
Penentuan kandungan protein larut air (PLA) dan protein larut garam (PLG) dihitung menggunakan metode by difference. Daging ikan patin yang sudah di fillet, ditimbang sebanyak 10 gram dan disimpan dalam kertas alumunium foil. Sampel ditambahkan 100 ml akuades untuk menentukan PLA, sedangkan untuk penentuan PLG, sampel ditambah larutan garam proanalitik 5%. Sampel yang telah dicampur dengan masing-masing campurannya, dihomogenkan dengan mengggunakan homoginizer, kemudian diperas dengan kain blacu. Timbang residu dan kain blacunya, lalu lakukan perhitungan kandungan PLA dan PLG.
Proses penentuan kandungan protein larut air (PLA) dan protein larut garam (PLG) dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.
Gambar 4. Proses penentuan kandungan protein larut air (PLA) protein larut garam (PLG) pada ikan patin (Pangasius hypophthalmus)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Ukuran dan berat ikan patin (Pangasius hypophthalamus)
Berdasarkan pengukuran yang telah dilaksanakan terhadap morfometrik ikan patin (Pangasius hypophthalamus) didapat hasil perhitungan berupa berat total, panjang total, panjang baku, dan panjang cagak.
Tabel 3. Ukuran dan berat ikan patin (Pangasius hypophthalamus)
Parameter | Nilai |
Berat total (g) | 346 |
Panjang total (cm) | 38,8 |
Panjang baku (cm) | 34,6 |
Panjang cagak (cm) | 4,2 |
Berdasarkan data hasil praktikum terhadap morfometrik didapat berat total sebesar 38,8 gr, panjang total sebesar 346 cm, panjang baku sebesar 34,6 cm, dan panjang cagak sebesar 4,2 cm. Data ini didapat dari hasil pengukuran berat dengan menggunakan timbangan analitik, panjang total diukur dari ujung mulut hingga pangkal ekor, panjang baku diukur dari ujung mulut hingga batang ekor,dan panjang baku diukur dari batang ekor hingga pangkal ekor. Berdasarkan literatur ikan patin bisa mencapai panjang maksimum 150 cm dan pada kegiatan pembudidayaan dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai panjang 35-40 cm (Anonim 2006 diacu dalam Subagja 2009).
3.2 Komposisi kimia ikan patin (Pangasius hypophthalamus)
Dari hasil anaisis proksimat, diperoleh data komposisi kimia yang terdapat pada ikan patin (Pangasius hypophthalamus).
Tabel 5. Komposisi kimia ikan patin (Pangasius hypophthalamus)
Senyawa | Jumlah (%) |
Kadar air | 82,20 |
Kadar abu | 0,74 |
Protein | 14,54 |
Lemak | 1,09 |
Karbohidrat | 1,43 |
Berdasarkan Suyanto (1994) komposisi kimia ikan patin meliputi kadar air sebesar 82,20%, kadar abu sebesar 0,74%, Protein sebesar 14,54%, lemak sebesar 1,09%, dan karbohidrat sebesar 1,43%.
Tabel 6. Komposisi kimia ikan patin (Pangasius sp)
Komposisi | Kadar (%) |
Air | 82,22 |
Abu | 0,74 |
Protein | 14,53 |
Lemak | 1,09 |
Berdasarkan perbedaan komposisi kimia ikan patin yang diterima dari hasil praktikum dan yang didapat dari literatur hanya terdapat pada kadar air dan protein yakni kadar air pada praktikum didapat sebesar 82,20% dan pada literatur didapat sebesar 82,22%, sedangkan pada protein didapat sebesar 14,54% pada praktikum dan pada literatur didapat sebesar 14,53%. Namun komposisi kimia pada karbohidrat hanya terdapat pada praktikum yaitu sebesar 1,43%.
Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan yang sulit dipijahkan secara alami, karena sulit menciptakan atau memanipulasi lingkungan yang sesuai dengan habitat aslinya. Kadar air dalam bahan makanan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan makanan tersebut (Winarno 1997 diacu dalam Damayanti 2007). Kadar air ikan patin yang didapatkan dari praktikum sebesar 82,20%. Kadar abu menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang tidak menguap (Apriyantono et al. 1998 diacu dalam Damayanti 2007). Kadar abu yang dihasilkan pada ikan patin sebesar 0,74%. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak ataupun karbohidrat (Winarno 1997 diacu dalam Damayanti 2007). Semua protein hewani merupakan protein komplit. Protein yang didapatkan dari hasil praktikum sebesar 14,54%. Ikan patin adalah jenis ikan air tawar yang memiliki kadar lemak yang cukup tinggi. Kadar lemak pada ikan patin sebesar 1,09%.
3.3 Rendemen daging dan surimi ikan patin (Pangasius hypophthalamus)
Rendemen merupakan bagian tubuh yang dapat dimanfaatkan Rendemen juga merupakan suatu parameter yang paling penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk bahan atau bahan. Rendemen digunakan untuk memperkirakan berapa bagian tubuh ikan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan (Hadiwiyoto 1993 diacu dalam Nurfianti 2007). Rendemen daging ikan sangat bervariasi tergantung jenis ikan, bentuk tubuh dan umur (Suzuki 1981 diacu dalam Nurfianti 2007). Dari hasil praktikum didapat rendemen ikan patin berupa daging merah dan daging putih. Rendemen daging merah ikan patin sebesar 29,20%, sedangkan rendemen daging putih ikan patin berdasarkan praktikum kemarin sebesar 1,73%.
Tabel 7. Rendemen daging ikan patin (Pangasius hypophthalamus)
Rendemen | Nilai (%) |
Daging merah | 29,20 |
Daging putih | 1,73 |
Tabel 8. Berat daging dan surimi ikan patin (Pangasius hypophthalamus)
Berat | Nilai (gr) |
Fillet skinless (b) | 1893 |
Daging pencucian 1 | 1002 |
Daging pencucian 2 (c) | 965 |
Bobot total ikan (a) | 5928 |
Sensori surimi yang dihasilkan dari ikan patin adalah berwarna kekuningan sedangkan sensori surimi yang dihasilkan dari ikan nila adalah berwarna putih dengan tekstur yang lebih halus. Perbedaan ini disebabkan karena kadar lemak pada ikan patin lebih tinggi dibaningkan ikan nila.
Karakteristik kesegaran bahan baku surimi SNI (01-2649-1992) diacu dalam Haetami (2008) secara organoleptik sekurang-kurangnya sebagai berikut:
(a) Rupa dan warna : bersih, warna daging spesifik jenis ikan
(b) Aroma : segar spesifik jenis
(c) Daging : elastis, padat dan kompak
(d) Rasa : netral agak manis
Bahan baku harus segera diolah agar mutu dapat dipertahankan, bahkan bahan baku harus disimpan dengan es atau air dingin (0-5ºC), kondisi sanitasi dan higienis (SNI 10-2694-1992 diacu dalam Haetami 2008).
3.4 kandungan PLA dan PLG
PLA (protein larut air) dan PLG (protein larut garam) merupakan metode pencucian dengan menggunakan bahan berupa air dan garam. Faktor penting yang mempengaruhi proses pembuatan surimi yang berkualitas baik antara lain adalah cara penyiangan (pemotongan kepala, Fillet), besarnya partikel dari daging lumat, kualitas air, temperatur ikan, peralatan yang digunakan, dan cara pencucian (Lee 1984 diacu dalam Haetami 2008).
Tabel 9. Kandungan PLA dan PLG ikan patin (Pangasius hypophthalamus)
Senyawa | Jumlah (%) |
Protein larut air (PLA) | 2,238 |
Protein larut garam (PLG) | 5,557 |
Protein yang paling banyak larut dalam air ialah protein sarkoplasma. Jenis ini banyak terdapat didalam sarkoplasma sel otot. Protein sarkoplasma dalam otot jumlahnya mencapai 20-50% dari total protein (Nurfianti 2007). Jumlah protein yang larut air sebesar 2,238%. Kontribusi protein ini terhadap keempukan daging sangat minimal (Pomeranz 1991 diacu dalam Nurfianti 2007). Protein sarkoplasma tidak berperan dalam pembentukan gel dan kemungkinan akan menghambatnya, misalnya beberapa protease yang merusak miofibril (Hall dan Ahmad 1992 diacu dalam Nurfianti 2007). Protein yang larut dalam larutan garam ialah protei miofibril. Protein miofibril merupakan bagian terbesar dalam jaringan daging ikan. Jumlah protein larut garam sebesar 5,557%. Protein ini terdiri dari miosin, aktin serta protein regulasi yaitu gabungan dari aktin dan miosin yang terbentuk aktomiosin (Nurfianti 2007). Protein miofibril sangat berperan dalam pembentukan gel dan proses koagulasi terutama dari fraksi aktomiosin (Suzuki 1981 diacu dalam Nurfianti 2007). Ikan yang berdaging gelap memiliki stroma lebih banyak dibandingkan ikan berdaging putih (Suzuki 1981 diacu dalam Haetami 2008). Stroma atau protein jaringan ikat merupakan komponen penyusun dari kolagen dan elastin (Santoso et al. 1997 diacu dalam Haetami 2008). Menurut Hall dan Ahmad (1992) diacu dalam Haetami (2008), pada pengolahan surimi, protein stroma tidak dihilangkan karena mudah dilarutkan oleh panas dan merupakan komponen netral pada produk akhir.
Data PLA dan PLG ikan nila dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Kandungan PLA dan PLG ikan nila (Oreochromis niloticus)
Senyawa | Jumlah (%) |
Protein larut air (PLA) | 2,13 |
Protein larut garam (PLG) | 4,29 |
Ikan yang digunakan untuk pembuatan surimi harus mempunyai kesegaran yang tinggi, sebab tidak mungkin akan diperoleh mutu yang baik dari ikan yang sudah jelek kualitasnya (Tan et al. 1987 diacu dalam Nurfianti 2007). Untuk mendapatkan kualitas surimi yang baik sebaiknya dihindarkan penggunaan ikan beku, karena elastisitas yang terbaik hanya didapatkan dari ikan segar (Nurfianti 2007). Komponen daging yang berperan dala produk pembuatan surimi adalah protein, khususnya protein yang besifat larut dalam garam, terutam aktin dan miosin (Nurfianti 2007). Fungsi protein adalah sebagai bahan pengikat hancuran daging dan sebagai emulsifier (Nurfianti 2007).
Menurut Santoso et al. (1997) diacu dalam Haetami (2008), kolagen dan elastin merupakan komponen penyusun protein jaringan ikat (stroma). Jumlahnya berkisar 3% dari total protein otot ikan teleostei dan sekitar 10% dalam ikan elasmobranchii, sedangkan pada mamalia berkisar 17%. Bila jaringan penghubung yang mengandung sebagian besar kolagen dipanaskan dalam waktu yang lama, kolagen berubah menjadi gelatin. Pada saat yang sama, sebagian besar jaringan penghubung akan hilang dan daging ikan terpisah dengan miomer.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Surimi merupakan salah satu jenis produk perikanan yang telah dikenal di seluruh dunia. Surimi sangat potensial untuk dikembangkan. Pembuatan surimi dapat menggunakan berbagai jenis ikan baik ikan air tawar maupun ikan air laut. Berdasarkan praktikum mengenai karakteristik ikan dan surimi dari ikan patin yang meliputi ukuran, rendemen, dan karakteristik surimi yang dihasilkan didapat bahwa data yang didapat pada parameter ukuran memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan literatur, sedangkan pada parameter rendemen didapat daging merah sebesar 29,20%, dan daging putih sebesar 1,73%. Sedangkan untuk rendemen daging sebesar 31,9332%, dan untuk rendemen surimi sebesar 16,2788%. Untuk parameter pada karakteristik surimi berdasarkan SNI (01-2649-1992) rupa dan warna : bersih, warna daging spesifik jenis ikan, aroma : segar spesifik jenis, daging : elastis, padat dan kompak, dan rasa : netral agak manis. Pada morfometrik ikan patin untuk berat total didapat sebesar 346 cm, panjang total sebesar 38,8 gr, panjang baku sebesar 34,6 cm, dan panjang cagak sebesar 4,2 cm. Untuk rendemen diambil hasil dari literatur yaitu meliputi kadar air sebesar 82,20%, kadar abu sebesar 0,74%, Protein sebesar 14,54%, lemak sebesar 1,09%, dan karbohidrat sebesar 1,43%.
4.2 Saran
Praktikum mengenai karakteristik surimi ikan patin memiliki perbedaan dengan ikan nila, hal ini terlihat dari warna daging ikan patin lebih gelap dibandingkan dengan ikan nila. Namun dari hasil karakteristik tersebut bahwa masing-masing ikan memiliki keunggulan tersendiri untuk dijadikan produk olahan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Aspek produksi, budidaya pembesaran ikan patin. http://ikanmania.wordpress.com /2008/01/22/aspek-produksi-budidaya-pembes aran-ikan-patin/. (dimuat pada tanggal 5 April 2009).
Damayanti D. 2007. Aplikasi gelatin dari tulang ikan patin pada pembuatan permen jelly [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Ferinaldy. 2009. Produksi perikanan budidaya menurut komoditas utama. http://ferinaldy.wordpress.com. [13 April 2009]
Haetami R R. 2008. Karakteristik surimi hasil pengkomposisian tetelan ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dan ikan layang (Decapterus sp.) pada penyimpanan beku [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Nurfianti D. 2007. Pembuatan kitosan sebagai pembentiukan gel dan pengawet bakso ikan kurisi [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Subagja Y. 2009. Fortifikasi ikan patin (Pangasius sp) pada snack ekstrusi [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Rosman E. 2008. Perubahan pola panen budidaya ikan patin dalam upaya maksimalisasi laba (studi kasus pada petani ikan sifana) [tesis]. Program pascasarjana Manajemen dan Bisnis, Institut Pertanian Bogor.
Trisnawati R. 2007. Pemanfaatan surimi ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) dalam pembuatan empek-empek [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Sumber : http://hafiz1309.wordpress.com/2009/06/04/karakterisasi-surimi-ikan-patin-pangasius-hypophthalamus/
Apakah ikan patin baik untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan surimi padahal kandungan air yang terdapat dala ikan patin tinggi? dan daging merah atau daging putih yang paling banyak digunakan dalam pembuatan surimi dari ikan patin? Dan kualitas manakah yang lebih baik dalam membuat surimi apakah dari daging merah atau daging putih?
BalasHapus